Mengenal 2 Rumah Adat Maluku Lengkap

Maluku merupakan propinsi di selatan tempat Kepulauan Maluku yang beribukota di Ambon.
Maluku tersohor dengan alat musik tradisionil Tifa serta Totobuang, di mana ke-2 nya bisa hasilkan warna musik yang demikian ciri khas.
Tidak hanya itu ada juga alat musik tiup dari Kulit Bia yang unik. Sementara alat musik petiknya merupakan ukulele yang ada dalam kebudayaan Hawaii.
Maluku pun termasyhur dengan tarian Cakalele-nya yang unik. Yakni sebuah tarian yang menggambarkan keperkasaan orang Maluku.
Yang tidak kalah menarik ialah Tarian Bambu Edan yang penuh akan nuansa mistik maka dari itu banyak mencuri perhatian pelancong.
Disamping miliki kesenian tradisionil yang cukup bermacam, Maluku mempunyai tampilan rumah tradisi yang dikenali dengan panggilan Rumah Baileo.
Rumah tradisi ini jadi lambang keanekaan budaya di Maluku asal dari beberapa background suku, agama, serta ras.
Rumah tradisi ini sekalian jadi lambang budaya dan jati diri warga Maluku umumnya.
Rumah Baileo di kenal juga sebagai rumah rutinitas Propinsi Maluku Utara dengan peranan pokok untuk tempat sebagai mengadakan upacara rutinitas, tempat buat menaruh beberapa benda yang dikeramatkan, serta jadi balai perundingan untuk penduduk di tempat.
Dengan peranan itu, karenanya model rumah rutinitas ini miliki ukuran yang relatif besar serta design yang beda dari rumah rata-rata.
Daftar Nama Rumah Kebiasaan Maluku Bersama-sama Gambar serta Keterangan Antiknya
Buat Lebih Sebutnya, dibawah ini merupakan daftar rumah tradisi maluku utara dan keterangan keunikannya:
1. Rumah Rutinitas Baileo Maluku
Secara etimologis, baileo dapat disebut menjadi "balai". Istilah baileo tak lepas dari kegunaan pokok rumah baileo untuk tempat sebagai bergabung serta bermusyawarah.
Rumah tradisi Baileo punya jenis arsitektur unik dengan wujud ornament spesifik sebagai lambang kebudayaan serta rutinitas istiadat di kehidupan orang Maluku.
Biarpun negeri-negeri di Maluku miliki bentuk arsitektur baileo yang beda, akan tetapi manfaatnya tetaplah sama.
Salah satunya keunikan rumah kebiasaan Baileo yaitu tak berdinding. Perihal ini bertujuan biar arwah leluhur mereka dapat lepas masuk keluar Rumah Baileo.
Sementara model rumah pentas dengan status lantai yang tinggi jadi suatu pertanda biar sukma kakek-moyang mempunyai tempat serta posisi yang tinggi.
Hiasan atau ornament yang ada di sebagian titik rumah bukan hanya sebuah hiasan saja lantaran ada arti khusus didalamnya.
Akan halnya wujud ornament berwujud dua ekor ayam berhadap-hadapan yang dijepit oleh dua ekor anjing punyai makna kenyamanan dan kemakmuran.
Ornament itu dibikin dengan tujuan supaya arwah kakek-moyang terus-menerus melindungi kehidupan penduduk di tempat.
Terkecuali itu ada ukir-pahatan berwujud wujud matahari, bulan, dam bintang yang miliki paduan warna hitam, merah, serta kuning.
Ukir-pahatan ini bermakna jika rumah tradisi itu jadi area yang terus siap buat mengontrol persatuan.
Seperti rumah rutinitas yang lain, rumah rutinitas Baileo pula punyai makna filosofi yang dalam pada tiap unsur bangunannya.
Tampilan rumah rutinitas Baileo punya rancangan rumah pentas yang ditambahkan dengan 3 buah tangga, adalah tangga sisi depan, tangga sisi kiri serta tangga belakang.
Khusus pada tangga sisi depan ada suatu batu sebagai alas buat injakan tangga. Batu itu berupa datar serta diketahui dengan istilah pamali.
Penempatan batu pamali di muka pintu rumah dipakai untuk tempat menyimpan sesaji serta sekalian mengisyaratkan kalau rumah itu adalah balai kebiasaan.
Tidak hanya itu ada tempat pamali yang disebut tempat buat simpan serta menempatkan beberapa barang bertuah punya penduduk di tempat.
Akan halnya model rumah pentas di rumah etika ini pula diperlengkapi beberapa tiang penyangga yang terdiri dari semasing 9 biji tiang di muka serta berada di belakang, dan 5 biji tiang pada segi kanan dan kiri.
Jumlah tiang pada rumah rutinitas ini jadi ikon persekutuan antara kampung dan golongan masyarakat di Maluku.
Tiang inti di rumah etika ini berperan sebagai pemangku kerangka lantai sementara pada bagian atasnya dikait gunakan tiang balok yang bentuknya lebih kecil akan tetapi lebih panjang. Tiang ini berperan jadi pemangku rangka atap.
Terkecuali itu berperan jadi penahan pagar yang memutari sisi di dalam rumah, dengan skema kayu sama-sama silang yang direkatkan dengan ikatan ijuk.
Lantai rumah tradisi Baileo punya ukuran yang lumayan luas dengan formasi papan yang ditumpangkan pada rangka atap.
Papan-papan itu diatur tanpa gunakan paku tetapi direkatkan melalui cara menutup pada rangka lantai maka memungkinkannya papan lantai tidak berganti dan tidak mengakibatkan nada berdecit.
Disamping rumah kebiasaan Baileo di Kepulauan Maluku, terutama Maluku Utara pun ada rumah Sasadu sebagai satu diantaranya macam rumah adatnya.
Rumah kebiasaan ini adalah peninggalan pendahulu dari Suku Sahu yang berada di Pulau Halmahera Barat, Maluku Utara.
2. Rumah Etika Sasadu
Nama sasadu sendiri asal dari kata sasa-sela-lamo yang memiliki arti besar dan tatadus-tadus yang punya makna berlindung. Dalam kata lain, sasadu dapat didefinisikan sebagai rumah besar yang dipakai untuk berlindung.
Seperti sama rumah Baileo, rumah Sasadu dipakai jadi balai rutinitas yang dipakai buat perjumpaan warga penduduk.
Dengan guna itu, jadi rumah Sasadu pula didesain punyai wujud dan ukuran yang lumayan luas, tanpa ada dinding, dan cuma terdiri dari 1 area saja tanpa penyekat.
Tidak seperti rumah Baileo, rumah Sasadu bukanlah model rumah pentas. Kegunaan tiang penyangga di rumah ini cuma untuk penunjang untuk rangka atap.
Pada rumah etika Sasadu, tiang penunjang disangkutkan dengan gunakan balok penguat tiada memakai paku serta cuman memakai pasak kayu.
Sementara di bagian-bagian balok penguat kerap pula dipakai jadi tempat duduk. Di mana sela di antara balok ditambahi dengan formasi kayu atau bambu yang membuat bale-bale atau dipan.
Pada rumah tradisi ini kelihatan beberapa tiang yang tak tersambung dengan lainnya sebab untuk buka jalan yang memiliki fungsi menjadi tempat masuk keluar rumah.
Sekurang-kurangnya ada kurang lebih 6 jalan masuk ke rumah tradisi, yang terdiri dari 2 pintu masuk untuk kaum hawa, dua pintu masuk untuk para pria, serta dua pintu masuk buat tamu.
Sementara kerangka atapnya gunakan material bambu yang diikat dengan ijuk, serta di bagian atap dibuat dari anyaman daun kelapa atau daun sagu yang dapat bertahan dalam kurun cukuplah lama.
Ada sejumlah pengertian filosofi yang ada dalam bangunan hunian tradisi Sasadu, salah satunya merupakan:
Design bangunan yang terbuka melukiskan tersedianya sikap terbuka di orang Maluku hingga ingin terima pendatang dengan senang dan tangan terbuka tanpa menyaksikan ketidaksamaan.
Kain warna merah dan putih yang ada di ranngka atap jadi lambang kesayangan orang Maluku ke negara serta bangsa Indonesia.
Warna ini pun melukiskan kerukunan yang terwujud di antara umat agama Islam serta Kristen sebagai agama sebagian besar di lokasi ini.
Ukuran ujung atap sisi bawah yang dibentuk lebih pendek dari langit-langit memaksa tiap orang yang ada buat membungkuk dan tundukkan kepala.
Soal ini sekalian selaku lambang rasa hormat serta kepatuhan kepada peraturan rutinitas warga di tempat.
Sementara ukir-pahatan dengan wujud perahu di ujung atap mengisyaratkan kalau sebagian besar penduduk orang-orangnya ialah nelayan yg suka melaut arungi samudera.
